Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah - Selamat datang di blog BUDIDAYA !!, Info kali ini adalah tentang Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah !! Semoga tulisan singkat dengan kategori
JALUR PENDAKIAN !!
PENDAKIAN !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->
Salam rimba...!
Selamat siang kawan Pecinta Kaldera. Kali ini Pecinta Kaldera akan memberikan posting tentang Jalur Pendakian Gunung Merapi-Pendakian Spontan Mencari Ketenangan digersangnya Pasar Bubrah. Setelah sebelumnya saya memposting cara merawat jaket gunung untuk menambah wawasan teman-teman.
Sekilas tentang gunung Merapi.
Gunung Merapi memiliki ketinggian 2968M DPL pada tahun 2006. Gunung ini merupakan gunung berapi yang berada di Pulau Jawa, tepatnya Jawa Tengah. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia, bahkan di dunia. Sisi selatan gunung ini berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, DIY, dan sisanya berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, sedangkan Kabupaten Klaten di sisi sebelah tenggara. Kawasan hutan disekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi sampai dua sampai lima tahun sekali. Di sekitar area gunung ini juga terdapat pemukiman padat penduduk. Sejak tahun 1548 gunung ini sudah mengalami erupsi sebanyak 68 kali.Gunung Merapi sendiri berada di koordinat 7˚32’31”LS110˚26’46”BT/7,54196˚LS 110,446051˚BT.
Langsung saja kita simak pengalaman kami mendaki gunung Merapi brerikut ini.
Hari itu kami gelisah tak menentu menghadapi hari-hari luang tanpa kegiatan. Hingga ahirnya aku mengajak Gunawan mendaki gunung saja. Kami lama tak mendaki gunung bersama. Kerinduan akan suhu gunung yang mesra dan hamparan indahnya alam memaksa kami berjalan. Sebelumnya kami sempat menunggu satu teman kontrakan lagi yang sedang sibuk dengan jadwal kuliahnya. Karena hari itu kami tidak ada jadwal kuliah. Selagi menunggu Syukur teman kami pulang . Kami mempacking barang bawaan terlebih dahulu. Hingga waktu menunjukkan pukul 22:00 WIB Syukur tak kunjung pulang. Jadi, kami putuskan untuk nanjak berdua saja.
1. Basecamp.
Hari itu Rabu, 17 September 2014 kami berangkat dari kontrakan kami di kota Surakarta. Rumah memanjang dan sudah berusia 26 tahun kini berubah menjadi rumah sederhana siap huni. Cat hijau pupus tergores menyeluruh didindingnya. Rumah lama menjadi tampak baru. Sebenarnya kami sudah pernah menaiki gunung Merapi sebelumnya. Bahkan ini adalah pendakian keempat bagi Gunawan. Kami lekas menuju New Selo, tempat Basecamp Merapi berada. Kami berboncengan menggunakan motor untuk sampai di Basecamp. Sebelumnya kami berhenti di salah satu mini market dipinggiran Kota Solo untuk melengkapi logistik. Setelah semua barang bawaan kami packing, kembali perjalanan kami lanjutkan.
Hampir 1,5 jam perjalanan kami tempuh untuk sampai di New Selo. Kami lekas memarkir motor yang kami bawa sesampainya di Basecamp. Ternyata disana sudah ada pendaki lain yang sudah siap untuk menjajal trek menanjak gunung Merapi via New Selo. Mereka adalah rombongan dari kota Yogyakarta. Kami sempat mengobrol sedikit dengan mereka. Ya, untuk sekedar basa-basi. Hehehe. Sebenarnya hal itu juga untuk menjalin tali silaturahmi antara pendaki satu dengan lainnya. Pukul 00:00 WIB mereka berangkat dari Basecamp dan siap menapaki jalur pendakiangunung Merapi. Sedangkan aku dan Gunawan Masih stay di Basecamp untuk menikmati proses aklimatisasi sekaligus mengisi botol air mineral dengan air mentah yang ada di depan Basecamp.
Setelah semua siap kami lekas membayar retribusi kepada pihak Basecamp. Kami sempat kaget mendengar nominal yang bapak penjaga Basecamp lontarkan. Mahar Rp. 12.500 menjadi syarat sah mendaki gunung Merapi. Jadi, kami membayar Rp. 50.000 karena kami berniat ngecamp dua malam di Pasar Bubrah. Angka yang lumayan fantastis mengingat tahun lalu kami hanya ditarik bayaran Rp. 4.000/orang. Sekarang menjadi 3 kali lipat kenaikannya dan dihitung perhari. Jumlah itu belum termasuk biaya parkir. Sekarang ini mendaki gunung memang menjadi kegiatan yang mahal.Karena kepalang tanggung kami langsung saja membayar dan memulai pendakian sekitar pukul 01:00 WIB.
2. Gapura Pendakian.
Kami langsung disuguhi trek menanjak menuju pintu masuk pendakian. Kami berhenti untuk beristirahat ditempat melihat sunrise dan pemandangan. Tempat ini lumayan tinggi dan terdapat jajaran huruf besar bertuliskan ‘New Selo’ diatasnya. Gunawan lekas pergi menuju kamar mandi yang ada diarea itu. Sementara itu aku menjaga barang bawaan. Ketika itu ada beberapa rombongan turis mancanegara yang turun disana menggunakan mobil-mobil travel. Kebanyakan turis yang datang berasal dari Perancis, Jerman, Inggris, dan negara-negara lainnya. Kami lihat mereka menyewa jasa Guide dan Porter.
Setelah Gunawan selesai membuang hajat. Kami lekas berjalan memulai pendakian menuju Pasar Bubrah. Kami berada di posisi paling belakang diantara rombongan-rombongan turis mancanegara tersebut. Sepertinya mereka hanya berniat melihat sunrise dari Pasar Bubrah atau Puncak saja. Itu terlihat dari barang bawaan mereka yang hanya mengenakan daypack. Gunung Merapi memang menjadi surga bagi para pencari sunrise.
3. Pos 1 dan Shelter.
Rute awal pendakian langsung menanjak dan dikanan kirinya adalah perkebunan penduduk. Rata-rata penduduk di sini menanami kebun mereka dengan sayur-mayur dan tembakau. Jalan yang kami lalui sepertinya sudah direnovasi menjadi jalan beton menggunakan adonan semen. Kami sempat berhenti sejenak karena nafas yang mulai memburu. Kala itu Gunawan sempat melepas Jaketnya dan mengganti celananya dengan celana pendek untuk mempermudah mobilisasi.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 1 sekaligus selter untuk beristirahat. Aku tidak terlalu merasa lelah karena hanya membawa tas selempang saja. Sedangkan carrier berkapasitas 100 L dibawa oleh Gunawan. Kami beristirahat sejenak sambil menikmati suasana hening yang ada. Selang beberapa saat kami kembali berjalan menapaki rute pendakian yang sangat berdebu. Tetapi, dimalam hari hal itu tidak terlalu nampak. Hanya hidung yang sedikit gatal dan mulut menjadi kering.
4. Pos 2 Gunung Merapi.
Medan yang kami lalui semakin berat. Gunawan sempat kelelahan dan berhenti sejenak. Aku yang tidak begitu kelelahan dengan barang bawaanku yang hanya satu buah tas selempang berisi teropong, dan dua botol air minum serta beberapa peralatan lainnya meminta agar kami bergantian barang bawaan. Gunawan langsung menyerahkan carrier berkapasitas 100 L miliknya kepadaku. Barang bawaan yang ada didalamnya memang berat dan sangat penuh. Maklum saja, bekal logistik untuk 2 orang dalam kurun waktu 2 hari, dan perlengkapan untuk dua orang kami bawa dalam satu carrier saja.
Setelah berjalan hampir 10 menit nafasku semakin tidak beraturan dan sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Kali ini nafasku semakin memburu. Untuk mengatasi hal itu, aku mengatur nafas seperti biasanya. Jalur pendakian yang semakin terjal dan menantang menjadi sajian khas gunung Merapi. Batu-batu kerakal berserakan di spepanjang jalur pendakian. Kami tetap berjalan menuju Pos 2 gunung Merapi via New Selo. Kami berhenti sejenak ketika mendengar pendaki lain yang berangkat lebih dulu berada didepan kami. Sepertinya mereka sedang beristirahat di Pos 2. Setelah suasana menjadi hening kembali, barulah kami kembali berjalan menuju Pasar Bubrah. Namun , di Pos 2 kami lihat ada satu orang turis laki-laki sedang beristirahat seorang diri. Sepertinya dia tidak akan meneruskan pendakian dan menunggu teman-temannya disana. Aku hanya menyapanya “come on mister” itu yang aku ucapkan. Kami sengaja tidak beristirahat disana karena ada turis tersebut.
5. Pos 3 Gunung Merapi.
Langkahku semakin berat dan nafas kian memburu. Ahirnya aku meminta Gunawan membawa carriernya lagi. Aku ingat kalau hari sabtu aku akan mendaki lagi bersama teman-teman dari Purwokerto. Sehingga aku harus tetap menjaga fisik agar tetap fit. Di bawah Pos 3 kami bertukar barang bawaan kembali.Sebenarnya kami bisa saja mendirikan tenda di Pos 3. Tapi, kami lebih memilih Pasar Bubrah untuk mencari lapak. Selain letaknya yang dekat dari Puncak Merapi. Pasar Bubrah juga memiliki dataran yang luas. Hanya saja tidak ada pepohonan untuk berteduh disiang hari. Hanya bebatuan yang berserakan disekitar area. Ahirnya kami melewati tanjakan terahir menuju Pasar Bubrah. Mentari yang begitu indah tak lagi malu untuk terus menampakkan dirinya. Sekitar pukul 05:15 kami sampai di Pasar Bubrah dnan segera mencari tempat mendirikan tenda. Kami tidak langsung summit pada hari itu juga karena semalaman penuh kami tidak tidur.
6. Pasar Bubrah.
![]() |
Narsis disekitar Pasar Bubrah |
Tak memerlukan waktu yang lama tenda pun sudah terpancang dengan gagahnya. Saran bagi teman-teman apabila mendirikan tenda dimedan seperti Pasar Bubrah. Pasak yang ada tidak bisa tertancap secara sempurna. Sehingga teman-teman harus mencari bongkahan batu untuk menindihnya dalanm posisi terbujur. Untuk menghindari tiupan angin kencang, teaman-teman bisa mengikatkan tali pada batu yang cukup besar. Pasar Bubrah sendiri adalah area gersang yang didominasi bebatuan besar dan kecil. Letaknya tidak begitu jauh dari Puncak Merapi. Sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk mencapai Puncak.
Hari itu kami lalui hanya dengan bermalas-malasan dan tidur hingga siang hari. Kami terbangun karena sinar matahari begitu membakar disiang hari.Itu disebabkan sengatan sinar matahari langsung berkenaan dengan tenda. Perlu teman-teman ketahui kalau di Pasar Bubrah tidak ada tumbuhan. Hanya ada bebatuan-batuan besar dan kecil. Aku sempat tidur diluar tenda tepat dibawah batu besar untuk untuk menghindari sinar matahari secara langsung.
Sehabis dhuhur kami sudah tidak bisa tidur lagi karena kabut mulai merambat naik. “Hei Wet! Km lihat kera ga?” Gunawan memanggilku agar mendekat.”Iya Gun, gede banget tuh kera!” aku sedikit heran. Terlihat didekat monumen duka cita untuk salah satu pendaki, sesosok hewan hampir setinggipinggang manusia sedang berjalan mondar mandir entah mencari apa. Setelah aku teropong , ternyata benar saja itu adalah seekor kera gunung yang sangat besar. Waktu itu hanya ada kami berdua di Pasar Bubrah. Suasana sangat sepi dan lengang. Tapi, tiba-tiba kera itu menghilang dibalik bukit.
Selanjutnya kera-kera lain bermunculan dari berbagai penjuru. Sepertinya mereka sedang mencari makan disekitar Pasar Bubrah. Aku berusaha mendekatinya untuk mengambil gambar dari dekat karena jarak pandang mulai terbatas akibat kabut. Namun, sialnya mereka malah lari ketakutan kearah bukit. Mungkin mereka kira aku ini mbahnya kali ya? Hhehehe. Suara pekikan mereka lantang terdengar sembari pergi meninggalkan Pasar Bubrah. Ahirnya kami hanya bermain-main dan mengambil foto disekitar tenda hingga kami tertidur.
Maghrib pun tiba dan kami terbangun dari tidur yang begitu nyaman. Aku memanaskan air dan menyeduh kopi untuk menghangatkan badan. Gunawan sendiri kembali memejamkan mata sedangkan aku menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Hingga hari mulai larut tak ada tanda-tanda kalau ada orang yang naik ke Pasar Bubrah. Sah ! kami hanya berdua disana. Ya, nikmati saja suasana tenang itu. sangat mendamaikan dan penuh dengan ketenangan.
Gunawan ahirnya bangun dan ikut menikmati kopi yang sudah mulai dingin. Tiba-tiba aku seperti mendengar teriakan orang. Aku semakin memasang tajam pendengaranku. Karena tahun lalu aku pernah mendengar suara alunan gamelan dari Pasar Bubrah. Aku pikir itu juga suara yang entah dari mana asalnya. Tetapi, setelah aku yakin kalau itu suara pendaki lain kamipun keluar tenda dan melihat sekeliling. Benar saja ada enam nyala lampu headlamp. Kami memberikan tanda menggunakan senter dan headlamp kalau kami adalah pendaki lain yang sudah terlebih dulu ngecamp disana.
Kami lantas menikmati suasana dingin diluar tenda. Karena kepalang tanggung kita sudah terlanjur keluar tenda. Sebenarnya kami berniat membuat perapian. Tapi, minimnya kayu bakar dan bahan tidak tersedianya bahan bakar kami urungkan saja niat kami itu. Sebenarnya masih ada alasan lain yang membuat kami gagal membuat perapian. Karena persediaan rokok kami mulai menipis. Ya, terlalu lama terjaga membuat konsumsi rokok semakin boros. Ahirnya kami tidur dengan memasang alarm pukul 04:30 WIB.
7. Puncak Merapi.
![]() |
Memandang matahari di Puncak Merapi |
Dering nada alarm handphone lantang terdengar dan memaksaku untuk segera bangkit menyambut hari baru. Gunawan sendiri masih agak malas untuk bangun dan keluar tenda. Aku mempersiapkan semua perlengkapan dan air minum untuk summit attack. Karena aku dengar diluar sana suara teriakan santer terdengar. Mereka adalah rombongan turis yang sedang melakukan summit. Aku lekas keluar tenda untuk memastikannya.
Seperti menyeruak semak belukar rimba raya. Aku membuka tenda dengan penuh semangat. Bersiap untuk mengalahkan hari itu. Udara dingin mengelus perlahan wajah dan tubuhku. Selanjutnya langit gelap bersiap menerima pancaran sinar mentari menyambutku untuk yang kedua kalinya. Setelah aku berada diluar tenda, lantas aku perhatikan sekeliling sambil menghela nafas panjang-panjang. Udara yang begitu murni dan menyejukkan. Serasa membuang penat yang ada didalam jiwa. Sementara itu aku lihat nyala lampu senter dan headlamp berkelap-kelip disekitar lereng menuju Puncak.
Sekarang Gunawan sudah bangun dan bersiap-siap etelah keluar tenda. Kami sedikit melakukan peregangan untuk mencegah cidera atau kram pada otot. Headlamp dan senter sudah berada ditempatnya. Menjadi satu-satunya penerangan menuju puncak. Tas selempang yang sku bawa jiga sudah terisi air minum yang kami perkirakan cukup untuk bekal dua orang.
![]() |
Gunawan duduk melamun |
Langkah pertama aku ambil disusul langkah-langkah selanjutnya. Medan berbatu kerakal adalah suguhan pertama ketika ingin menuju Puncak. Kemudian medan berubah menjadi berpasir dan berdebu. Terasa sangat berat langkah kaki kali ini. Rasa lelah juga semakin terasa menambah lelah. Aku sengaja memakai guiter untuk melindungi kaki dari pasir dan debu. Sedangkan caraku berjalan agak sedikit zig-zag. Itu karena satu langkah kedepan akan dikurangi ½ langkah kebelakang. Maksudnya langkah kami selalu melorot karena menginjak medan berpasir. Rute seperti ini sangat menguras tenaga. Jadi, apabila teman-teman berniat mendaki gunung-gunung yang bermedan mirip dengan Merapi. Teman-teman harus mempersiapkan fisik terlebih dahulu untuk menghindari kelelahan hebat. Medan berpasir telah resmi kami lewati. Kali ini giliran medan berbatu yang mudah runtuk menyambut. Sebenarnya pendakian hanya disarankan sampai Pasar Bubrah saja. Tapi, kami tetap naik seperti biasa. Kami harap teman-teman tidak meniru apa yang kami lakukan. Meski hal itu hanya sekedar himbauan. Tapi, rute menuju Puncak Merapi memang sangat berbahaya. Disarankan untuk teman-teman yang akan mencobanya mengenakan treking pole, helm, dan perlengkapan safety lainnya.
Lambaian tangan seorang turis perempuan dengan mengucapkan “hay” menyambut kami sebelum Puncak. Aku kembali berjalan untuk menyelesaikan pendakian ke Puncak. Sedangkan Gunawan menyusul dibelakangku. Bersamaan langkah terahir di titik tertinggi aku lepaskan hembusan nafas yang panjang. Aku sudah sampai Puncak. Terlihat mentari sudah memecah malam gelap. Mengusir bintang-bintang yang tadinya terang berkelap-kelip dilangit. Namun, hanya Bulan yang sepertinya tak rela meninggalkan ltempatnya dan masih sedikit nampak meskipun samar terlihat. Kepulan asap kawah Merapi mengepul dari kalderanya. Asap itu berasal dari beberapa titik dicekungan puncak. Kaldera salah satu gunung teraktif itu menganga seakan siap menelan apapun yang berada didekatnya.
Gunawan sempat meminta beberapa foto kepadaku. Seperti biasa kami hanya menggunakan kamera ponsel saja. Sehingga gambar yang dihasilkan biasa saja. Tidak ada efek khusus. Tapi, itu tidak menipu indah dan luar biasanya panorama gunung Merapi. Aku berniat mendekati beberapa orang turis yang berada puluhan meter dengan kami. Namun, Gunawan berusaha menolakknya. Entahlah. Mungkin dia malu dengan turis-turis tersebut. Padahal Puncak Merapi sangat indah dan mempesona. Sayang sekali kalau tidak mengambil gambar disana. Dari Puncak Merapi dapat kita lihat beberapa gunung seperti Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Merbabu.
![]() |
Berfoto dengan turis mancanegara |
Aku beranikan saja untuk mendekati turis-turis itu. Entah kebetulan atau keberuntungan. Mereka malah mulai berjalan menuju Pasar Bubrah. Langsung saja aku cegat mereka. “Mas, tulung fotoke yo” (mas, tolong fotoin ya) kataku kepada porter yang mendampingi turis-turis tersebut. Namun, salah satu turis perempuan berkata “ouuuh photo?”. Lekas aku jawab sekenanya “yes, photo. With you guys”. “Okey, okey. Let’s take a picture” (oke, oke. Ayo ambil gambarnya) kata turis itu sambil membungkukkan badannya. Itu karena tinggi badanku hanya setinggi dadanya. Hehehe. “jepret” suara kamera handphoneku memberi isyarat kalau gambarnya sudah berhasil dia ambil. “Thanks guys” ucapan terima kasihku untuknya. “Oh ya, I like this” (oh ya, aku menyukai ini) katanya.
8. Perjalanan Pulang.
Setelah berfoto turis itu kembali berjalan dengan dituntun porternya. Aku dan Gunawan masih tetap berada di Puncak untuk menikmati suasananya sekaligus mengambil gambar lebih banyak lagi. Berbagai sudut kami coba bersamaan gaya yang berubah-ubah. Hari mulai siang dan panas kembali membakar kulit. Kami putuskan untuk turun kembali ke Pasar Bubrah. Perjalanan turun jauh lebih ringan dibandingkan perjalanan naik. Apalagi ketika perjalanan sampai dimedan berpasir. Hanya sekitar 1 menit kita bisa sampaidibawah. Ya, itulah keuntungan melewati medan berpasir ketika turun. Tentunya dengan pertimbangan baik buruknya. Apabila hal itu akan menyebabkan longsor, lebih baik menghindarinya.
Sesampainya di Camp, kami lantas memasak sarapan dan menyeduh kopi. Perjalanan menuju Puncak telah menguras tenaga kami. Sehingga kami harus mengisinya kembali untuk persiapan turun gunung. Perut lapar serta dahaga telah terbayar lunas. Selanjutnya bersantai sejenak dn kembali mengambil beberapa foto lagi. Hingga ketika jam menunjukkan pukul 09:00 kami lekas mempacking barang bawaan.
Semua barang bawaan telah tertata rapi didalam carrier berukuran 100 L milik Gunawan. Kamipun siap untuk menuruni gunung. Aku berjalan dibelakang dengan membawa trashbag untuk memunguti sampah yang ada di Pasar Bubrah, Sedangkan Gunawan didepan membawa carriernya. Di Pasar Bubrah ini banyak sekali sampah bekas botol-botol minuman dan kaleng bekas makanan kaleng. Tapi, apa yang membuat berat adalah air seni yang ada didalamnya. Untuk teman-teman yang mendaki Merapi “saya mohon untuk membuang air seni diluar jalur pendakian dan jangan dimasukkan kedalam botol. Karena itu sangat menjijikan”. Tidak hanya itu, ranjau-ranjau kering kadang ada disekitar Camp.
Sepanjang perjalanan turun aku berusaha memungut sampah yang ada. Kebanyakan sampah yang ada seperti botol air mineral, plastik, tisu, masker dan lainya. Hingga ahirnya sampai di Pos 2 kami beristirahat untuk minum. Sambil istirahat aku kembali memunguti sampah yang ada disekitar Pos 2. Setelah dirasakan cukup kami kembali berjalan menuju Pos 1. Medan yang kami lalui adalah jalan yang terus menurun. Karena medan yang begitu berdebu membuatku menggunakan masker dan kacamata. Selain mengurangi pancaran sinar matahari yang begitu menyilaukan juga untuk menahan debu agar tidak masuk kedalam mata.
Agak lama kami berjalan menuju Pos 1 dengan aktifitas yang tidak terlalu berbeda dari sebelumnya. Dari kejauhan telah nampak bangunan Pos 1 dibalik pepohonan. Kami terus mempercepat langkah agar lcepat sampai di Pos 1. Kkami sempatkan beristirahat agak lama disana. Aku berusaha megisi penuh trashbag yang aku bawa dengan sampah-sampah yang berserakan disekitar slter. Selter yang berada didekat Pos 1 adalah yang paling luas. Sehingga sangat cocok untuk beristirahat. Kulit serasa terpanggang dan semakin menghitam, sangat eksotis. Peluh yang mengucur turun deras membasahi kulit bercampur debu-debu yang menempel dibadan. Tapi, itulah mendaki gunung. Kita harus tetap survive dalam keadaan dan situsasi seperti apapun. Kami kembali berjalan menuju Basecamp. Ditengah perjalanan menuju Basecamp Gunawan mencoba lewat rute penduduk kearah kiri. Sedangkan aku masih tetap berjalan di rute pendakian. Aku sempat berpapasan dengan 3 orang pendaki setelah berpisah untuk sementara dengan Gunawan.
“Bang, Pos 1 masih jauh ga?” salah satu anggota tim itu bertanya kepadaku. “Udah deket kok mas. Paling sekitar lima menit dari sini” aku berusaha menjawab dengan jujur pertanyaannya. Kebanyakan pendaki menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang tidak sebenarnya. Tapi, itu dilakukan untuk menambah semangat yang bertanya. Kalau menurutku lebih baik dijawab apa adanya. Ya kalau yang bertanya memang benar-benar tidak tau. Kalau dia hanya berpura-pura tidak tau, Kita sendiri yang kena batunya. Disekitar perkebunan tembakau aku dan Gunawan kembali bertemu. Kami kembali berjalan bersama menuju Basecamp.
Gunawan berjalan didepan dan aku berada dibelakangnya. Ahirnya jalanan beraspal kembali nampak. Tapi, itu bukan berarti kami telah sampai Basecamp. Karena Basecamp masih b eberapa ratus meter lagi. Aku letakkan trashbag yang terisi penuh oleh sampah dipersimpangan tersebut agar pengelola tersinggung dengan perlakuanku. Aku sedikit geram dengan pihak pengelola yang kurang memperhatikan fasilitas bagi para pendaki. Misalnya saja Basecamp yang letaknya kurang strategis dan tersedianya kamar mandi. Saya rasa kurang setimpal dengan retribusi yang kami bayarkan. Kami beristirahat sejenak untuk mencuci tangan dan muka di tempat itu. Dua gelas minuman segar kami pesan kepada pemilik warung yang berjualan disana. Kami mengobrol cukup lama disana sebelum melanjutkan perjalanan ke Basecamp. Tak terasa hari mulai siang dan adzan sholat jum’at berkumandang. Kami lekas membayar minuman yang kami pesan dan kembali turun menuju Basecamp. Sesampainya di Basecamp kami lekas membayar parkir dan pulang menuju Solo.
Sekian catatan perjalanan kali ini tentang Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah, semoga bermanfaat bagi sahabat Pecinta Kaldera.
Terima kasih..
Demikianlah Artikel Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.