Info Budidaya Terpadu 2019

Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti !

Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti ! - Selamat datang di blog BUDIDAYA !!, Info kali ini adalah tentang Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti ! !! Semoga tulisan singkat dengan kategori CATATAN PRIBADI !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti ! ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->


Gambar : Selepas upacara pembukaan pendidikan dasar Wanadri 2016


Tepat hari ini !!!

Saudara-saudaraku seperjuangan akan terlahir kembali menjadi seorang Anggota Muda Wanadri (AMW) dan merintis menjadi penempuh rimba dan pendaki gunung sejati.
Lalu kenapa aku bisa menulis artikel ini?
Sedangkan lainnya masih menikmati masa-masa pendidikan dasar Wanadri.
Sudah bisa pembaca tebak jawabannya. Saya adalah salah satu siswa yang harus balik kanan sebelum PDW usai.
Tanpa rasa malu saya beranikan diri untuk menulis artikel ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya akan berbagi pengalaman yang saya alami.

Hingga saat artikel ini ditulis, angan dan pikiran saya masih terpatri di medan latihan. Betapa segarnya udara pagi hari dan lengangnya sekitar tempat berlatih, dinginnya air danau, dan betapa berlumpurnya jalan yang kami lalui setiap hari. Masih bisa kucium baunya dari sini. Sangat dekat. Bahkan bak lekat.

Fase demi fase mampu saya lewati dengan enjoy. Ini bukan berarti Wanadri mempunyai standar pelatihan yang buruk. Melainkan pelatihan dengan sistem yang sangat proporsional. Karena siswa PDW hanya dihadapkan pada dua pilihan. Antara anda menikmatinya atau balik kanan lebih dini. Itu yang saya tangkap selama mengikuti Pendidikan dasar Wanadri.
Sebenarnya ada beberapa poin inti yang saya tangkap dari Pendidikan Dasar Wanadri. Yaitu, pembentukan karakter, Nasionalisme, Olah fisik, dan disiplin waktu.

Poin terakhir adalah yang pertama akan saya jabarkan. Soal disiplin waktu, Wanadri sangat memegang teguh poin tersebut. Terbukti dengan tidak melewatkan tiap detiknya untuk setiap kegiatan.
Detik yang terbuang sama dengan kecerobohan dan turunnya fokus. Oleh karena itu, pelatih selalu memperingati setiap siswa yang ceroboh. "Fokus ! fokus! fokus tuan !" teriakkan tersebut hampir tak pernah berjeda disetiap harinya. 

Semua siswa datang dari latar belakang yang berbeda-beda. Tentunya dengan karakter dan tingkat kedisiplinan yang berbeda pula dikesehariannya. Dan saya adalah contoh siswa yang datang dengan latar belakang pemalas.
Lumayan kaget juga dihari-hari awal. Saya keteteran mengikuti porsi latihan yang diberikan. Karena segala sesuatunya bermain dengan waktu.

Hari demi hari terlampaui. Kegiatan tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hanya saja porsi dan durasi latihan semakin tinggi. Oh ya, dihari ketiga ada salah satu siswa PDW yang dipulangkan. Mulai hari itu juga pikiranku selalu dibayang-bayangi ketakutan akan hal yang sama bakal menimpa kesaya. Namun, semangat adalah satu-satunya hal yang harus tetap ada.

Latihan terus berlanjut. "Tidak ada orang ahli disini. Melainkan orang yang berlatih, berlatih, dan terus berlatih". Itulah salah satu kalimat yang saya kutip dari salah seorang dokter yang praktek disebuah rumah sakit terkemuka di ibu kota. Dari situ saya belajar untuk terus belajar dan mempelajari. Meskipun saya terbilang bodoh. Tapi, saya terus mencoba dan berlatih.

Gambar : Apel pagi ketika PDW


Bicara soal latihan. Kegiatan yang sangat saya sukai adalah bimbingan jasmani (binjas) yang diampu oleh pelatih Martin Rimbawan. Saya sangat menikmati prosesnya dengan senang hati.

Karena dari pembawaannya saja pelatih Martin sudah mampu meningkatkan mood untuk berolah raga. Pelatih Martin adalah orang yang sangat konsisten. Apalagi soal disiplin waktu. Dia tidak akan mentolerirnya. Satu seri, dua seri, dan seterusnya sering kita dapat karena keterlambatan di lokasi binjas.

Hari demi hari terus berlalu hingga pada suatu ketika ada kejadian yang aku alami. Sore hari sebelumnya gigi geraham sebelah kiriku mulai terasa sakit. Namun, keinginanku untuk konsultasi ke medis terhalang pemikiranku sendiri. "Dulu temanku pernah dipulangkan karena sakit gigi. Ah, sebaiknya aku obati saja sendiri" begitulah dalam benakku berkecamuk. Dalam kondisi sakit gigi dan tidur dengan pakaian serba basah tentu membuat sakit gigiku semakin menjadi. Kepala juga ikut-ikutan berdenyut serasa mau pecah. Ditambah lagi sentuhan magis pelatih yang melihat lambatnya pergerakanku. Membuat aku sempat tersungkur sejenak tak bisa bergerak.

Aku harus kuat !

Dengan tertatih-tatih aku berusaha berjalan menuju lapangan untuk melakukan binjas. Sebelumnya saya sudah meminta izin kepada pelatih untuk pergi ke medis. Namun, tim dokter belum ada yang bangun. Jadi, mau tidak mau saya harus bergabung bersama yang lain menuju lapangan binjas.

Rasanya langkah demi langkah sangat berat. Semakin melangkah, semakin sakit gigiku. Apalagi setelah mandi sebelum memasuki lapangan. Sakitnya luar biasa. Saya tetap memaksakan mengikuti olah raga. Tentunya dengan gerakan asal-asalan.

Sudah bisa bergerak saja itu sudah bagus. Mau diapakan juga saya tidak bisa memaksa lebih untuk mengikuti binjas dengan baik. Karena itu sudah batas maksimal saya memaksakan diri untuk terus bergerak.

Dari arah belakang ada salah satu pelatih yang aku sendiri tidak terlalu paham itu siapa. Yang jelas saat itu saya hanya terfokus pada rasa sakit yang tidak karuh-karuhan. Dengan kondisi lunglai tak berdaya saya disuruh duduk di bawah pohon besar. Seketika itu pula air mata saya jatuh tanpa tersadari. Berpikir kalau inilah akhirnya. Disinilah tahap dimana aku akan dipulangkan. Benar-benar campur aduk perasaanku saat itu.

Saya lekas mendapatkan penanganan medis bersama beberapa siswa lainnya. Mereka datang dengan berbagai keluhan. Setelah hari mulai terang, kami yang berada dalam penanganan medis mulai melakukan pergerakan agar tidak terlalu kedinginan. Gigiku juga berangsur-angsur membaik. Dengan ditemani pelatih saya berjalan keliling lapangan sambil menggerakkan tangan.

Senang sekali rasanya bisa melewati tahap basic dan aku masih bertahan. Namun, bukan berarti porsi latihan akan berkurang. Justru latihan semakin keras. Karena kita akan terjun langsung ke medan operasi yang sesungguhnya. Dari lokasi basic kita bergerak mengitari perbukitan sekitar. Karena di seberang agak jauh truk-truk telah menunggu kami. Tidak ada yang tau kami mau kemana dan akan melakukan apa. Intinya tabah saja itu sudah cukup. Gigiku masih terasa sakit diperjalanan itu. Namun, sudah berkurang dan membaik.

Sesamainya di lokasi, kami langsung diboyong menuju medan operasi selanjutnya. Setelah sampai kami langsung dibagi regu dan barak untuk beristirahat.
Selepas itu kami melakoni dua medan operasai dalam dua hari. Yaitu, medan Tebing terjal dan ORAD. Malam sebelum recovery kita sempat diberi kesempatan untuk melakukan konsultasi medis. Entah itu soal kaki, batuk, demam, atau bahkan pencernaan. Nah, kesempatan itu tidak saya lewatkan. Karena selepas itu saya mulai ada beberapa penyakit yang mulai menjangkit.

Soal kaki hal biasa bila terkena bla bla bla dan bla bla bla. Karena mayoritas siswa PDW pasti merasakan hal yang sama. Saya hanya berkonsultasi tentang batuk dan pencernaan. Sebenarnya tidak hanya itu. Tapi, ketakutan bila harus dipulangkan memaksa saya untuk diam.

Itulah awal mula kesalahan terbesarku. Lebih memilih untuk diam daripada jujur tentang kondisi diri-sendiri kepada medis. Hari berikutnya adalah recovery. Semua menyambutnya dengan riang. Karena bisa beristirahat sejenak sebelum kembali ke medan latihan. Recovery sebenarnya ditujukan untuk mereka yang list perlengkapannya hilang ataupun rusak agar menggantinya dengan yang baru.

Setelah usai recovery kami kembali lagi ke medan operasi selanjutnya. Yaitu, rawa laut. Banyak siswa yang tidak kembali lagi setelah recovery. Sangat disayangkan sebenarnya. Namun, itulah pilihan mereka. Bagaimanapun juga kita harus menghargainya. Perjalanan menuju medan rawa laut lumayan memakan waktu. Kita harus menuju pesisir utara Pulau Jawa.

Kondisi fisikku terasa melemah setibanya di medan rawa laut. Hari-hari sebelumnya juga begitu terasa melemah. Hingga setiap ada obrolan dengan siswa lain yang cukup akrab denganku. Aku pasti berkata "sepertinya aku pulang". Kalimat itu aku ambil dari instingku. Belajar dari pengalaman PDW sebelumnya apabila menderita penyakit seperti yang aku derita. Mayoritas akan dipulangkan.

Kembali terjadi pergolakan didalam benakku. Namun, aku harus tetap menikmati prosesnya. Tetap tersenyum dan terus mengobarkan semangat untuk diri sendiri dan teman-teman lainnya. Selain aku harus tetap maju, saat medan rawa laut aku ditunjuk sebagai Komandan Regu (Danru). Mau tidak mau aku harus memaksimalkan sisa-sisa tenaga dan pikiran. Agar semua anggota reguku bergerak lebih praktis dan taktis.

Tidak ada satu orangpun yang tau kalau aku sedang sakit. Aku hanya tersenyum saja apabila sakitnya terasa begitu menggigit. Setiap langkah dan setiap medan berat rawa laut aku nikmati dengan pedih dan ngilunya penyakitku semakin menjadi bila terrendam air payau. Setiap jengkal jarak yang aku lalui pasti ditemani keringat dingin yang bercucur berlebihan.

Tuan Heri ...!
Tuan Heri ...!
Tuan Heri ...!

Ketika teriakan itu membubung ke udara. Saat itulah tenagaku seperti tersulut kembali. Yang tadinya tinggal 30% dari tenaga biasanya. Mampu bertambah kembali ketika mendengar gertakan-gertakan pelatih.

Malam harinya ketika kita memiliki waktu istirahat lebih lama dari biasanya. Kami satu regu sempat berbincang-bincang tentang Wanadri, Kewanadrian, dan menjadi seorang Wanadri sejati. Ditemani nyala lilin yang redup dan terang bulan yang menawan. Kami siap menyambut waktu light off.

Gambar : Salah seorang siswa perempuan pendidikan dasar wanadri sedang berjuang keluar dari rawa


Pagi harinya perjalanan semakin berat. Semakin gila dan semakin asyik saja. Namun, aku tidak bisa membohongi bahwa fisikku semakin lemah dan menurun drastis. Itu terbukti dengan posisiku yang selalu melorot menjadi palin belakang. Kendati begitu, aku tetap menunjukkan semangatku kepada para pelatih. "Aku masih belum habis!"


Gambar : Seorang siswa putri sedang dibakar semangatnya oleh pelatih


Sore mulai beranjak dan untuk menutup senja kita dihadiahi mandi di sungai oleh pelatih. "Terima kasih Wanadri !" itu teriakkan wajibnya. Setelah itu kita kembali berjalan menuju entah kemana. Yang kutau tingkat kesadaranku sempat menurun drastis diperjalanan itu. Masih dengan keringat dingin yang sama dan tenaga yang hanya sekitar 25%. Aku masih tabah menjalaninya. Namun, ketika itu aku sudah tidak mampu lagi tersenyum.

Sesampainya ditempat bermalam aku lekas mempersiapkan makan malam dan pagi bersama regu baru. Tentunya dengan arahan pelatih. Ketika malam tiba saya kembali ke medis untuk berkonsultasi. Langsung saja saya jelaskan penyakitku itu. Tanpa panjang lebar dokter memberiku pilihan "kamu mau pulang atau bagaimana?". Tentu aku memilih pilihan bagaimananya.

"Kasih obat dulu dok" pintaku.
"Bisa saja sebenarnya. Tapi, setiap hari penyakitmu akan semakin parah. Kalau itu pilihan kamu nanti saya beri obat. Sekalian obat penahan rasa sakit juga biar penyakit dan enkle-mu tidak terlalu sakit" jelas dokter.
"Siap dok, saya tidak mau pulang" tukasku sambil menunggu Gasela rantidin, Duramycin, kaditic, dan lain sebagainya.

Dini hari menjelang pagi kami bangun dan siap untuk sarapan. Setelah kegiatan selesai sampai mendekati pukul 06:00 kami start melakukan longmarch.

Perjalanan semakin terasa berat. Kondisi fisikku semakin lemah. Namun, ketika pelatih kembali menyemangati dengan gertakannya. Aku menghabiskan semua yang tersisa didalam diriku. Setelah berjalan sekitar 2 jam lebih sampailah kami di pos 1. Aku beristirahat dan berbincang dengan teman. Dia menanyakan kondisi penyakitku. Karena malam harinya dia sempat berbarengan melakukan konsultasi medis.

"Semua baik-baik saja. Namun, sepertinya aku bakal dipulangkan" jelasku padanya.
Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Setiap langkah terasa semakin parah saja. Benar-benar terasa sakitnya. Hingga pada cekpoin pemberangkatan longmarch setelah melewati jalur pantura. Aku kembali ke medis. Di sana ada 2 orang yang sedang ditangani. Taufik sepertinya mengalami dehidrasi akut dan Aan kakinya mengalami pembengkakan dan infeksi.

Ketika medis justru tidak ada pikiran bahwa aku akan dipulangkan. Karena aku diberi obat dan ditangani oleh dokter. Senang agaknya ketika aku disuruh berjalan kembali. Namun, bedanya ditemani pelatih.

Tapi, itu berubah ketika pelatih menyuruhku duduk bersama Aan dan ranselku dinaikkan ke mobil. Disitu aku mulai bertanya-tanya. "Apa ini? Mau diapakan aku? Kenapa begini?" Semakin tidak karuan rasanya pikiranku. Tak terasa air mataku kembali meleleh tak tertahankan. Ketika reguku sudah beranjak meninggalkan tempat itu.

Aan menepuk pundakku dan terus menyemangatiku. Namun, setiap satu regu keluar dan melanjutkan perjalanan. Rasanya emosi yang aneh itu kembali muncul. Aku ingin marah tetapi entah kesiapa. Aku ingin meluapkan semua emosiku. Sedangkan untuk duduk saja susah dan sakit. Aku masih ingin terus berjalan. Melanjutkan perjuangan menuju akhir bersama calon-calon saudaraku. Namun, aku juga sangat tau batasku sendiri.

Dengan berbagai pertimbangan dan teringat sebuah kalimat di Pra PDW. "Sebentar lagi kamu sampai puncak. Jika kamu melanjutkannya, kamu akan kehilangan kakimu. Namun, jika kamu turun. Gunung itu tidak akan kemana-mana"

Dengan sangat berat hati dan sulit untuk menerimanya akhirnya saya disuruh menandatangani surat pengunduran diri karena ambeien. Berat memang untuk mengiyakannya. Mengiyakan bahwa saya mau pulang. Tapi, itulah pilihannya. Dengan teramat berat saya tanda tangani surat itu. Karena sampai saat ini penyakitku belum juga sembuh total. Meski telah 2 kali berobat.

Selamat terlahir kembali saudara-saudaraku. Menjadi seorang Anggota Muda Wanadri. Ingatlah bahwa hidupmu harus memegang teguh nilai-nilai kewanadrian.
Kalian yang bisa tabah sampai akhir dengan lancar haruslah bersyukur. Mungkin aku BELUM berjodoh dengan Wanadri.

Terima kasih untuk pelatih Otek, pelatih Martin, pelatih Kus, pelatih Hari, Pelatih Deny, dan semua pelatih PDW 2016 yang tidak saya sebutkan namanya satu-persatu.

Terima kasih Wanadri !
Jasamu abadi !



Demikianlah Artikel Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti !, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti ! ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Ketika Engkau ditempa Wanadri, majulah Jangan Berhenti ! ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.

Back To Top
close